13 Maret 2008

Do or Daze



Tampaknya memang kita harus do it sesegera mungkin agar kita bisa merasakan kendalanya, dan langsung tinggal landas begitu jadi orang merdeka. Atau kita menjadi dazed, bengong,linglung, dan pusing begitu status karyawan copot dari diri kita?

Pernahkah kita pada saat berangkat tidur merasa siap jika jiwa yang dipegang Allah Swt saat kita tidur tidak lagi dikembalikan ke dalam raga kita? Siap untuk dibuat tidur selamanya atau meninggal dunia. Tidak semua orang siap. Bagi yang biasa berdoa bismikallahumma ahya wa bismika amut, mengetahui maknanya, meresapkan dalam hati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari di dunia ini, mungkin tak masalah. Bagi golongan ini, kesiapan mereka diwujudkan dalam keimanan dan amal shaleh. Setiap saat maut menjemput, laporan realisasi pertanggungjawaban atas tugas "kunjungan " ke alam dunia telah siap dilaporkan dengan penuh amanah. Siap, karena bekal untuk perjalanan ke alam lainnya atau mencukupi.

Meski pasti, dekat dan nyata kesiapan menghadapi maut mungkin contoh yang berat. Contoh yang ringan ringan saja? Bagaimana kalau kita bangun tidur ternyata menghadapi kenyataan bahwa hari itu kita adalah orang ter PHK. Siapkah ? Anak, istri, Keluarga ? Tidak semua orang mempersiapkan diri. Tidak semua orang menganggap ini ringan. bagi sebagian orang keadaan ini lebih menakutkan daripada mati. Lebih dipersiapkan daripada menghadapai mati.

Siap hidup tentu siap mati, siap nikah tentu harus siap berpisah, siap jadi pengusaha tentu harus siap rugi, siap jadi pengusaha tentu harus siap rugi, siap jadi karyawan tentu harus siap ter-PHK. Lalu apa wujud dari kesiapan kita untuk yang "ringan" ini?

Kerja keras dengan pola seven eleven, masuk pukul 7 pagi baru pulang pukul 11 malam? Kasak-kusuk, menginjak kawan seiring, dan menjilat sana sini agar jadi anak kesayangan Boss? Atau fokus kedalam, kembali ke dalam diri, muhasabah menghitung potensi diri, dan membuat rencana yang berbasis pada kekuatan diri sendiri, jadi orang merdeka? Merdeka karena menentukan sukses atau tidaknya rencana kita tersebut adalah potensi kita sendiri, tentu saja seizin Allah Swt, bukan atasan, bagian personalia, atau orang lainnya, sehingga begitu lepas kita bisa tinggal landas.

Apabila kondisi eksternal tak lagi bisa diajak kompromi, maka tak ada alternatif lain selain mempersiapkan kondisi internal diri kita sendiri. Kontrak kerja kita sebagai karyawan biasanya adalah pola 0817, masuk jam 8 pulang jam 5 sore, dari Senin s/d Jum'at. Lepas sari jam tsb. kita adalah orang-orang merdeka yang bebas menggunakan potensi kita selama tidak melanggatr kode etik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dengan tempat kerja kita. Kenapa tidak kita gunakan waktu tsb. untuk mengembangkan bakat, potensi, kekuatan kita yang tidak terpakai selama ini?

Mungkin kita sudah punya angan-angan apa yang akan kita lakukan. Tetapi kalau sekadar dibayangkan dan tidak pernah dilaksanakan, maka tidak akan merasakan kendala kendala apa saja sebenarnya terjadi dengan rencana kita. layaknya orang membayangkan kawin, tetapi tidak pernah melaksanakan ijab kabul, ya .. tidak pernah bisa merasakan haru birunya orang kawin.

Rencana yang sudah kita buat, perlu dieksekusi agar kita tahu kendalanya. Kalau kita punya rencana buka catering, restotan, butique, dll apabila kena PHK, kenapa tidak dicoba buka sekarang sebelum PHK menjadi kenyataan ? Bukannya di rumah ada istri atau orang kepercayaan kita lainnya sbg. motor atau penggerak ?

Tampaknya memang kita harus do it sesegera mungkin agar kita merasakan kendalanya, dan langsung tinggal landas begitu jadi orang merdeka. Atau menjadi dazed, bengong, linglung dan pusing begitu status karyawan copot dari diri kita ?

Memang tidak perlu gelisah, karena Allah Swt telah memberi rizki bagi setiap makhluknya.

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata." (QS Hud (11):6)

"Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rizkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al'Ankabut (29):60)

Tetapi inisiatif, perencanaan, usaha maksimal, dan penggunaan semua potensi yang Allah berikan kepada kita tentu harus dilakukan.

Apakah duit jatuh begitu saja dari langit? Perlu Usaha bukan? Mari kita awali dengan tindakan . Mari kita eksekusi apa yang selama ini hanya jadi bayangan. Seperti burung yang mengawali harinya dengan terbang keluar dari sangkarnya. Seperti gajah yang mulai menjejakkan kakinya yang berat untuk mendapatkan puluhan kilogram makanan hariannya. Mereka semua bertindak, tidak hanya membayangkan. Kenapa manusia yang diberikan kecerdasan akal dan cuma makan 3 piring saja tidak mampu ? Kuncinya asal tidak bebal dan malas serta menggunakan semua potensi yang dimiliki, insya Allah, ada saja rizki. Amien (Sumber dari buku oase di pojok kantor)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

tks atas sharingya, dan sangat menggelitik


Berkumpul dengan Keluarga